Flash Back
Teori yang memberi nilai dan signifikan pada fakta-fakta, seringkali sangat bermanfaat, sekalipun jika teori itu saklah, karena teori itu menyoroti fenomena yang belum pernah diamati siapapun, teorin itu mendorong dilakukannya pemeriksaan, dari banyak sudut, atas fakta-fakta yang belum pernah diteliti siapapun sampai sekarang ini, dan teori itu menumbuhkan dorongan untuk melakukan riset-riset yang lebih ekstensif dan lebih produktif. (Guglielmo Ferrero)
Teori Akuntansi : seperangkat koheren prinsip-prinsip yang hipotetis, konseptual dan pragmatis yang membeentuk suatu kerangka acuan umum untuk menyelididki sifat akuntansi. (Webster)
Muqodimah
“Sesungguhnya kami Telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. amat sedikitlah kamu bersyukur. “(QS. Al-’Araf : 10)
“Sebaik-baik harta yang bagus adalah yang dimiliki oleh seorang hamba yang sholeh” (HR. Tarmidzi).
Konsep Dasar
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar.
Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakannya (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya
Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur.
Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki diantaramu”. (QS. Albaqarah : 282)
Fakta Sejarah
Sistem akuntansi dalam Islam telah dimulai pada tahun 610 M atau 800 tahun sebelum Luca Paciolli seorang pendeta dari Italia menulis konsep “double entry”.
“Summa de Arithmatica Geometria et Propotionalita” yang memuat sub bab “Double Entry” diterbitkan pada tahun 1494.
Fungsi Auditing dikenal dalam islam sebagai proses “tabayyun” QS: Al-Hujurat ayat 6
Teori Akuntansi Syariah
• Akuntansi Syariah Pragmatis
Akuntansi syariah pragmatis mengutamakan adaptasi akuntansi syariah konvensional mulai konsep dasar teoritis sampai bentuk teknologinya, disesuaikan dengan nilai-nilai Islam.
Aliran akuntansi pragmatis menganggap beberapa konsep dan teori akuntansi konvensional dapat digunakan dengan beberapa modifikasi. Modifikasi dilakukan untuk kepentingan pragmatis seperti penggunaan akuntansi dalam perusahaan Islami yang memerlukan legitimasi pelaporan berdasarkan nilai-nilai Islam dan tujuan syari’ah. Akomodasi akuntansi konvensional tersebut memang terpola dalam kebijakan akuntansi seperti Accounting and Auditing Standards for Islamic Financial Institutions yang dikeluarkan AAOIFI secara internasional dan PSAK No. 59 atau yang terbaru PSAK 101-106 di Indonesia. Hal ini dapat dilihat misalnya dalam tujuan akuntansi syari’ah aliran pragmatis yang masih berpedoman pada tujuan akuntansi konvensional dengan perubahan modifikasi dan penyesuaian berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah. Tujuan akuntansi di sini lebih pada pendekatan kewajiban, berbasis entity theory dengan akuntabilitas terbatas.
• Akuntansi Syariah Idealis
Akuntansi syariah idealis mencoba membangun teori sampai bentuk teknologinya berdasar nilai-nilai Islam.
Aliran Akuntansi Syari’ah Idealis melihat akomodasi yang terlalu “terbuka dan longgar” jelas-jelas tidak dapat diterima. Beberapa alasan yang diajukan misalnya, landasan filosofis akuntansi konvensional merupakan representasi pandangan dunia Barat yang kapitalistik, sekuler dan liberal serta didominasi kepentingan laba (lihat misalnya Gambling dan Karim 1991; Baydoun dan Willett 1994 dan 2000; Triyuwono 2006; Sulaiman 2001; Mulawarman 2006; 2009).
Konsep dasar teoritis akuntansi yang sesuai dengan nilai dan tujuan syari’ah menurut aliran idealis adalah Shari’ate Enterprise Theory. Menurut konsep ini stakeholders adalah pihak yang berhak menerima pendistribusian nilai tambah dan diklasifikasikan menjadi direct participants dan indirect participants. Direct stakeholders adalah pihak yang terkait langsung dengan bisnis perusahaan, yang terdiri dari: pemegang saham, manajemen, karyawan, kreditur, pemasok, pemerintah, dan lain-lainnya. Indirect stakeholders adalah pihak yang tidak terkait langsung dengan bisnis perusahaan, terdiri dari: masyarakat mustahiq (penerima zakat, infaq dan shadaqah), dan lingkungan alam (misalnya untuk pelestarian alam).
New Islamic Accounting Theory
Pengembangan NIAT dikonstruksi dari sinergi universalitas jiwa Islam yaitu Tawhid dan keunikan aktivitas bisnis masyarakat Muslim.
Sinergi nilai-nilai universal Islam dan keunikan lokal adalah realitas yang tak dapat dipungkiri terutama di Indonesia sebagai manifestasi muslim dalam menjalankan praktik bisnisnya di mana mereka hidup dan berinteraksi.
TAZKIYAH : a New Islamic Accounting Theory
Kembali ke fitrah merupakan felt-need yang berhubungan dengan kejiwaan yang mendalam. Kembali ke fitrah sebagai élan kemandirian masyarakat Islam haruslah tertata dari sumber Islam itu sendiri, Tawhid, bukan melakukan pekerjaan tambal sulam sumber ekonomi Barat menggunakan nilai-nilai Islam dan bersifat ad-hoc. Perubahan menuju kemashalatan yang lebih baik perlu menangkap substansi makna “kembali ke kemanusiaan dan kehambaan kita semula”, yang bebas dari retradisionalisasi semu, tetapi dijalankan dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Simbol kemanusiaan seperti itu penulis sebut sebagai Tazkiyah.
Karakteristik Tazkiyah
a. Koeksistensi
Islamisasi bersifat koeksistensi berusaha menemukan pasangan hidden atau yang di-hidden-kan. Koeksistensi memungkinkan adanya bentuk laporan keuangan unik sesuai nilai-nilai lokal dan budaya setempat sekaligus memiliki nilai universalitas yang berakar pada nilai-nilai peradaban tertentu, Peradaban Islam misalnya (lihat Al Faruqi 1985; Kuntowijoyo 2004; Triyuwono 2006).
b. Pensucian
Islamisasi melalui proses pensucian tetap menyepakati penghilangan nilai-nilai kontradiktif. Islamisasi misalnya menyepakati nilai kesederhanaan sebagai antitesis keserakahan, kerjasama sebagai antitesis persaingan, miskin sebagai antitesis kaya, dan lain-lain. Ketika nilai-nilai tersebut nilai-nilai keburukan, kejahatan, kesesatan, destruktif, bernilai negatif, dan tidak dapat disandingkan, maka yang diperlukan pensucian atau bahkan reduksi (lihat Al Attas 1981; Mahzar 2004; Mulawarman 2006).
c. Kontekstual
Islamisasi Adaptasi Kontekstual, melakukan penyesuaian realitas pada kemungkinan nilai kebaikan sosiologis-historis “baru” yang tidak ter-cover dalam realitas sosiologis-historis Islami “lama”. Mengangkat nilai kebaikan baru sehingga dapat dipakai karena memang secara substansial memiliki nilai-nilai syari’ah. Hal ini disebut Neo-modernisme Islam Fazlur Rahman (1965; 1987; 1995; 2000; 2003), yaitu nilai Islam bernilai substansi dalam realitas kesejarahan dimana masyarakat Islam tumbuh.
Metodologi Tazkiyah
a. Proses Normatif
Purifikasi konsep dasar teoritis akuntansi konvensional untuk konstruksi konsep dasar teoritis sesuai nilai utama Islam, yaitu Tawhid
b. Proses Empiris
1) Pencarian struktur di balik realitas empiris pembentuk unsur;
2) Penggalian substansi unsur-unsur teori akuntansi syariah secara sinkronis di lapangan pada rentang waktu yang sama (bukan diakronis/perkembangan antar waktu);
3) Penggalian unsur-unsur teori akuntansi syariah melalui sintesis sinkronis-diakronis.
c. Proses Sinergi Normatif-Empiris
Proses integrasi dan titik temu nilai-nilai normatif dan empiris menggunakan metodologi Constructivist Structuralism (Wainwright, 2000) versi Bourdieu (1977; 1989).
Rekonstruksi Teori Akuntansi Syariah
Tazkiyah motivasi dan tujuan dalam akuntansi syari’ah pada dasarnya dilakukan untuk melakukan pencerahan dan pembebasan dari hegemoni korporasi dan pemilik modal yang telah mengakar kuat dalam seluruh bangunan akuntansi (Mulawarman, 2008).
Tazkiyah tujuan akuntansi syari’ah harus diarahkan pada pemahaman Tawhid, yaitu pemahaman kepada sang Pencipta, Allah SWT. Dari titik sentral Tuhan, beranjak pada cinta manusia pada Tuhan-Alam-Manusia, berlanjut pada akuntabilitas, dan proses terakhir adalah pemahaman terhadap informasi, yaitu bentuk pencatatan untuk mencapai tujuan.
Tujuan Akuntansi Syariah
Realisasi kecintaan kepada Allah SWT, baik berbentuk ketundukan maupun kreativitas, atas transaksi-transaksi, kejadian-kejadian ekonomi serta proses produksi dalam organisasi, yang penyampaian informasinya bersifat material, batin maupun spiritual, sesuai nilai-nilai Islam dan tujuan syari’ah.
Prinsip Bisnis Syariah
a. Ma’isyah (bekerja)
Sebagai konsep aliran kas merupakan aktivitas muslim yang wajib dilakukan setelah proses spiritual ibadah dan sebelum segala sesuatu tentang kehidupan dijalankan.
b. Rizq (rezeki)
Merupakan bentuk dasar laporan nilai tambah. Konsep rezeki bersandarkan pada kata utama dari satu nama Allah, yaitu Rabb. Berdasar etimologinya Rabb dapat berarti, yaitu Penguasa dan Pemberi Rezeki (Muslehudin 2004, 100).
c. Maal (kekayaan).
Kekayaan merupakan dasar pembentukan neraca. Kekayaan bukanlah tujuan utama tetapi merupakan dampak ikutan. Dijelaskan Hamka bahwa kekayaan hanyalah alat dan bukan tujuan itu sendiri, karena tujuan yang utama adalah mengingat Allah, menuju ridha Allah serta menegakkan jalan Allah (1984, 242).
Tujuan Laporan Keuangan Syariah
• Sebagai realisasi tujuan akuntansi syari’ah memiliki nilai ma’isyah untuk mendapatkan rizq dan berdampak pada maal yang barakah.
• Trilogi ma’isyah-rizq-maal dengan demikian dapat dijadikan sebagai konsep utama pembentukan tujuan laporan keuangan syari’ah.
Elemen Trilogy Laporan Keuangan Syariah
A. Elemen Laporan Arus Kas Syariah
• Transaksi Operasi Syari’ah
• Transaksi Investasi Syari’ah
• Transaksi Pendanaan Syari’ah
• Transaksi Barakah
B. Elemen Laporan Nilai Tambah Syariah
• Penciptaan Nilai Tambah Syari’ah
• Tazkiyah Nilai Tambah Syari’ah
• Distribusi Nilai Tambah Syari’ah
C. Elemen Neraca Syariah
• Aset Syari’ah
• Kewajiban Syari’ah
• Ekuitas Syari’ah
D. Elemen Umum
• Revaluasi Syari’ah
• Perubahan Modal Berjalan Syari’ah